
Para sopir tidak tahu kapan mereka akan diizinkan masuk atau mengapa mereka tak dibolehkan masuk.
"Kami belum diberi tahu apakah harus di sini atau pergi dan ini benar-benar menjengkelkan," kata Hassan Mohammed, yang telah menunggu di terminal Rafah selama 3 hari untuk mengantarkan beras, tepung dan susu bubuk.
Situasi itu disesalkan PBB. "Rakyat biasa di Gaza tidak mendapatkan cukup bantuan dan tidak mendapatkannya dengan cukup cepat," kata John Ging, pejabat tinggi PBB di Gaza.
Dia menyalahkan kekurangan bantuan pada kurangnya akses ke Gaza. Dia pun mendesak titik-titik perbatasan dibuka.
"Ada ribuan ton bantuan yang disumbangkan, berada di Mesir, Yordania dan juga di pelabuhan-pelabuhan di Israel," ujar Ging seperti dilansir News.com.au, Jumat (30/1/2009).
"Bantuan itu harusnya ada di sini, saat ini, untuk membantu orang-orang yang membutuhkannya," imbuhnya.
Israel sempat menutup perbatasannya setelah serangan bom yang menewaskan seorang tentara Israel pada Selasa, 27 Januari lalu. Namun menurut militer Israel, perbatasan itu dibuka kembali kemudian. Sebanyak 174 truk diizinkan masuk pada Rabu, 28 Januari dan 149 truk pada kamis, 29 Januari.
Namun menurut badan kemanusiaan PBB, U.N. Relief and Works Agency, pengiriman bantuan mengalami kemacetan di perbatasan-perbatasan Gaza dengan Israel dan Mesir.